Ditulis
: Dewanto Amin Sadono
Pengantar
Hasil penelitian Programme for International Student
Assessment (PISA) pada tahun 2012 menyatakan bahwa budaya literasi masyarakat Indonesia menempati
urutan ke 64 dari 65 negara. Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan
posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara. Sedangkan pada riset bertajuk "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh
Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Sedangkan penelitian di dalam negeri, hasil kajian minat baca pada tahun
2015 yang dilakukan Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan di 28
kota/kabupaten di 12 provinsi terhadap 3.360 responden didapatkan grafik
sebagai berikut.
Gambar
1. Frekuensi Membaca Per Hari
Sumber : Penulis
Dari grafik tersebut diketahui bahwa dari 3.360 responden, 2118 respondan
(63%) melakukan aktivitas membaca antara
0-2 jam per hari, 1.042 responden (31%) melakukan kegiatan membaca antara 2-4
jam, 134 responden (4%) menggunakan waktu untuk membaca antara 4-6 jam,
sedangkan responden yang melakukan kegiatan membaca lebih dari 6 jam hanya
berjumlah 67 responden (2%).
Gambar 2. Frekuensi Membaca Per Minggu
Sumber : Penulis
Dari grafik tersebut diketahui bahwa dari 3.360 responden, 874 respondan
(26%) melakukan aktivitas membaca antara
0-2 kali per minggu, 1.478 responden (44%) melakukan kegiatan membaca antara 2-4
kali dalam satu minggu, 538 responden (16%) menggunakan waktu untuk membaca antara
4-6 kali dalam satu minggu, sedangkan responden yang melakukan kegiatan membaca
lebih dari 6 kali dalam seminggu berjumlah 470 responden (14%).
Gambar 3. Jumlah Halaman Dibaca Per Minggu
Sumber : penulis
Dari grafik tersebut diketahui bahwa dari 3.360 responden, 2.083 respondan
(62%) melakukan aktivitas membaca antara 0-100 halaman per minggu, 1.075
responden (32%) melakukan kegiatan membaca antara 101-500 halaman dalam satu
minggu, 168 responden (5%) menggunakan waktu untuk membaca antara 501- 1.500 halaman
dalam satu minggu, sedangkan responden yang melakukan kegiatan membaca lebih
dari 1.501 halaman dalam seminggu berjumlah 34 responden (1%).
Kesimpulan yang didapat dari data-data tersebut adalah sebagian
besar responden hanya meluangkan waktu antara 0-2 jam untuk melakukan kegiatan
membaca, itu pun sebagian besar melakukananya hanya 2-4 kali dalam seminggu,
dan jumlah halaman yang dibaca pun sekitar 100 halaman. Indeks yang didapat dari
hasil penelitian itu hanya mencapai angka 25,1 atau termasuk kategori rendah
dalam hal minat baca. Data yang terdapat dalam grafik-grafik di atas tidak
terlalu jauh bila dibandingkan dengan data statistik UNESCO pada 2012 yang
menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari
1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca.
Berdasarkan hasil penelitian-penilitian tersebut, kondisi
bangsa Indonesia dapat dikatakan dalam keadaan darurat. Ada kaitan erat antara
kegiatan membaca dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Buku adalah sumber
ilmu. Bagaimana mungkin seseorang akan berilmu jika tidak pernah mendekati
sumbernya. Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca dengan kebiasaan
membaca dan kemampuan membaca. Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan
kebiasaan membaca yang rendah dan akibatnya menjadikan kemampuan membaca pun rendah.
Pembahasan
Sutarno
(2006: 27) mengemukakan bahwa budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau
perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Menurut Rozin (2008) budaya membaca adalah
kegiatan positif rutin yang baik dilakukan untuk melatih otak untuk menyerap
apa – apa saja informasi yang terbaik diterima seseorang dalam kondisi dan
waktu tertentu.
Menurut
Syaiful Jamarah minat baca adalah keinginan dan kemauan kuat untuk selalu
membaca setiap kesempatan atau selalu mencari kesempatan untuk membaca.
(Jamarah,2005: 24) Farida Rahim (2005: 28) mengemukakan bahwa minat baca ialah
keinginan yang kuat disertai dengan usaha-usaha seseorang untuk membaca.
Dari beberapa pendapat narasumber
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara budaya
membaca dan minat membaca. Budaya membaca terbentuk dari adanya minat membaca yang
kemudian berubah menjadi kebiasaan dan kebutuhan. Jadi sebelum adanya budaya
membaca yang perlu ditumbuhkan terlebih dahulu adalah minat membaca. Tanpa
adanya minat membaca, tidak akan pernah terbentuk yang namanya budaya membaca.
Pada dasarnya, tumbuhnya minat membaca yang kemudian
membentuk budaya membaca dapat disebabkan oleh rangsangan yang berasal dari
luar. Rangsangan itu dapat berupa kondisi yang sengaja diciptakan demi mencapai
tujuan tertentu. Penulis agak menyangsikan adanya seseorang yang punya minat
membaca tinggi begitu dia dilahirkan tanpa adanya campur tangan lingkungan.
Bahkan, tidak ada jaminan seseorang yang hidup dalam lingkungan yang gemar
membaca otomatis akan menjadi pembaca pula.
Proses tumbuhnya minat baca yang diikuti budaya membaca
sebaiknya memang dimulai sejak anak usia dini, bahkan kalau perlu sejak anak
masih dalam kandungan ibunya dan dimulai dari rumah. Namun, tidak semua orang
tua mempunyai waktu, kemampuan, dan sarana dan prasarana untuk melaksanakan
kegiatan tersebut. Menurut penulis Sekolah Dasar adalah tempat yang ideal bagi
kegiatan tersebut. Secara psikologis anak usia SD termasuk dalam pribadi yang
mudah dibentuk dan diarahkan. Jika pihak sekolah mau menanamkan budaya membaca
tersebut secara terstruktur, sistematis, dan masif akan memberi dampak yang positif bagi
peningkatan minat baca di kalangan anak usia Sekolah dasar. Alasan lain adalah
setiap 5-6 hari dalam seminggu anak-anak usia SD menghabiskan waktunya 4 -6 jam
di sekolah. Jika saja kita dapat memaanfatkan sebagian waktu tersebut untuk
kegiatan membaca, penulis nyakin akan banyak memberi manfaat.
Berangkat dari pemikiran tersebut, berikut ini penulis akan
menjelaskan apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya
membaca di sekolah dasar. Selain itu penulis akan memaparkan langkah-langkah
melaksanakan kegiatan tersebut.
Gambar 4. Flowchart Strategi Menumbuhkan Budaya Baca di
Sekolah Dasar
Sumber : Penulis
Penjelasan Langkah-langkah
1.
Planing
Kepala sekolah dibantu guru dan tenaga
yang kompeten di bidangnya membuat perencanaan yang berbentuk sebuah program.
Komponen program meliputi judul program,
latar belakang, landasan hukum, tujuan, jenis-jenis kegiatan, penanggung jawab
kegiatan, jadwal kegiatan, dan sumber anggaran.
2.
Sosialisasi
Untuk mengorkestrasikan program
tersebut, kepala sekolah menunjuk guru yang berbeda
untuk menjadi penangggung jawab setiap kegiatan. Penunjukan tersebut dilakukan dalam bentuk surat keputusan yang disertai dengan tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Selanjutnya kepala
sekolah/Tim mensosialisasikan program tersebut ke segenap komponen sekolah yang
terdiri atas para guru, siswa, orang tua siswa, komite sekolah, petugas perpustakaan, pengawas sekolah, penjaga sekolah, dan pemilik
kantin sekolah. Sosialisasi sangat diperlukan agar seluruh komponen sekolah
memahami arti penting program tersebut dan selanjutnya diharapkan merasa
memiliki dan akhirnya ikut mendukung jalannya program tersebut. Bentuk sosialisai dapat berupa pengumuman,
slogan, maupun paparan pada waktu upacara bendera, rapat dewan guru, dan rapat dengan orang tua
siswa.
3.
Sarpras
Sekolah menyiapkan sarana dan prasarana
yang diperlukan sesuai dengan kemampuan sekolah. Sarana dan prasarana yang
diperlukan adalah jumlah buku yang mencukupi, tempat baca, bangku baca, rak
buku kecil untuk diletakkan di kelas, dan buku daftar baca untuk mendata jumlah
buku dan isi buku yang dibaca oleh para siswa.
4.
Action
Setelah semua siap, kegiatan-kegiatan
yang terdapat dalam program dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah
ditentukan.
a.
Kegiatan
membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai
Gambar
5. Kegiatan Membaca Sebelum Pelajaran
Sumber : internet
Pada
kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dapat dilakukan sebagai kegiatan
pembiasaan. Agar jam pelajaran tetap 35 menit setiap jamnya, sekolah dapat
memajukan jam masuk atau menambah jam pulang. Buku yang dibaca siswa adalah
buku selain buku pelajaran yang dibawa sendiri oleh siswa atau disedikan
sekolah.
b.
Perpustakaan
pojok kelas
Gambar
6 : Perpustakaan di Dalam Kelas
Pe
Sumber : internet
Perpustakaan
pojok kelas adalah upaya sekolah mendekatkan buku ke siswa. Sekolah meletakkan
rak kecil di salah satu bagian kelas yang berisi buku-buku bacaan sesuai dengan
jumlah siswa atau lebih. Siswa yang nemiliki buku kesayangan juga diperbolehkan
jika hendak meletakkan bukunya di tempat itu. Perpustakaan pojok kelas dapat
mengatasi keengganan siswa untuk mendatangi perpustakaan. Selain ini strategi
tersebut lebih efektif dari sisi penggunaan waktu dan tempat. Perpustakaan
pojok sekolah juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan 15 menit sebelum
pelajaran. Secara periodik petugas mengganti buku-buku tersebut dengan buku
lain yang dapat berasal dari kelas lain.
c.
Kegiatan
Jumat atau Sabtu Membaca
Gambar 7: Kegiatan Jumat/Sabtu Membaca
Sumber : Internet
Pada
kegiatan Jumat atau Sabtu membaca, menyesuaikan dengan kondisi sekolah, berdasarkan
jadwal, guru kelas mengajak siswa menuju ke perpustakaan untuk melakukan
kegiatan membaca selama satu jam pelajaran (35 menit). Jumlah kelas yang diajak
membaca di perpustakaan menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Bagi sekolah yang
memiliki jumlah siswa gemuk, kegiatan dapat dilakukan oleh satu kelas setiap
kegiatan. Bagi sekolah yang memiliki jumlah siswa kurus, kegiatan dapat
dilakukan oleh dua kelas setiap kegiatan.
d.
Sebulan
minimal 2 buku
Gambar
8: Kegiatan Membaca di Rumah
G
Sumber : Internet
Pada kegiatan
sebulan minimal 2 buku, siswa diwajibkan membaca minimal 2 buku dalam satu
bulan. Agar relevan dengan materi, jika memungkinkan tema buku yang dibaca
sesuai dengan tema pelajaran yang sedang dipelajarai siswa. Jumlah buku yang
harus dibaca siswa setiap satu bulan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
sekolah.
e.
Lomba
Ratu dan Raja Membaca
Gambar
9: Ratu dan Raja Baca
Sumber : Internet
Sedangkan
kegiatan ratu dan raja membaca dapat dilakukan satu semester satu kali. Dengan
bukti daftar peminjaman di perpustakaan dan daftar buku baca, siswa laki-laki
dan perempuan yang paling banyak membaca buku dinobatkan sebagai raja dan ratu
membaca. Agar para siswa terkesan, penobatan dilakukan pada waktu upacara
bendera dengan diberi mahkota dan selempang serta hadiah yang berupa buku.
Untuk
mengontrol semua kegiatan tersebut, sekolah menyediakan daftar buku baca yang
berisi kolom nomor, judul buku, pengarang, tanggal baca, jumlah halaman dibaca,
dan isi atau informasi yang dibaca, lalu paraf guru kelas. Setiap melakukan
kegiatan membaca siswa menuliskan kegiatan tersebut di dalam daftar buku baca.
Untuk memastikan bahwa siswa benar-benar membaca buku yang dituliskan dalam
daftar buku baca tersebut, secara acak guru kelas menyuruh siswa untuk menceritakan atau
menyebutkan isi buku yang dibacanya tersebut.
5.
Controling
Para penanggung jawab kegiatan
mengontrol kegiatan tersebut sesuai tanggung jawabnya dan mencatat hal-hal
penting yang ditemukan selama proses pengontrolan. Hal-hal penting tersebut
dapat berupa sesuatu yang positif maupun negatif. Catatan tersebut itulah yang
akan disampaikan ketika pelaksanaan evaluasi. Kepala sekolah mengontrol
pelaksanakan program tersebut secara langsung dengan cara mengamati dan
terlibat langsung dalam kegiatan ataupun melalui penanggung jawab kegiatan yang
sudah ditunjuk dengan berdiskusi tentang jalannya kegiatan.
6.
Evaluation
Secara periodik kepala sekolah dan
penanggung jawab kegiatan atau bersama-sama dengan dewan guru melakukan
evaluasi kegiatan. Evaluasi dapat berupa kegiatan menemukan kendala-kendala
yang dihadapi selama pelaksanaan program dan cara mengatasi kendala tersebut.
Hasil evaluasi itulah yang akan digunakan sebagai bahan perbaikan dalam pelaksanaan
program tahun berikutnya.
Penutup
Pada dasarnya tidak ada program yang sempurna baik dari sisi
perencanaan ataupun dalam pelaksanaan. Namun, kekurangan tersebut akan teratasi
jika para pelaku program memiliki idealisme dan tanggung jawab yang besar demi
terlaksananya program yang sudah direncanakan. Menurut penulis semua kegiatan pada
artikel ini bukanlah kegiatan yang mengada-ada. Teknis
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut juga tidak sangat rumit dan
berbelit-belit. Beaya yang harus dikeluarkan pun tidak harus sangat besar.
Sukses tidaknya program
tergantung kepada bagaimana cara segenap komponen sekolah mengorkestrasikan
dirinya sehingga program dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Kerja sama adalah
hal yang harus selalu dilaksanakan. Optimisme adalah hal yang perlu terus
dipelihara. Hal lain yang perlu disadari oleh semua orang, keberhasilan program
ini tidak dapat dilihat secara instant. Penumbuhan budaya membaca di kalangan
siswa Sekolah Dasar bukanlah kerja sulap mata. Agar program ini berhasil, perlu
kerja keras dan ketelatenan. Penulis yakin, jika seluruh Sekolah Dasar di
Indonesia melaksanakan program tersebut secara berkelanjutan, dalam jangka 5
tahun hasilnya akan kelihatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Akhirnya, jayalah SDM bangsaku.
DAFTAR
PUSTAKA
Aizid, Rizem. 2011. Tips Ampuh Menyiapkan Anak Gemar Baca Sejak dalam Kandungan Sampai Masa
Pengasuhan. Jogjakarta: Diva Press.
Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar.
Jakarta :
Bumi Aksara.
Bumi Aksara.
http:/badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/berita/1891/
Gerakan% 20 Literasi % 20Bangsa%20untuk%20Membentuk%20Budaya%20Literasi"
diakses pada 28 September 2017
http:/www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia
“sangat-rendah” diakses pada 28 September 2017
NS, Sutarno. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
S,
Rozin. 2008. Budaya Membaca. (online) (hhtp/ www. rozin. com/ index. php?option=com_content&task=view&id=222&itemid=47).html
diakses tanggal 29 September 2017.